Blogger news

Rabu, 06 November 2013

Kualitas Guru Dalam Pendidikan



Pendahuluan
Mutu pendidikan merupakan salah satu tolok ukur yang menentukan martabat atau kemajuan suatu bangsa.  Dengan mencermati mutu pendidikan suatu bangsa/negara, seseorang akan dapat memperkirakan peringkat negara tersebut di antara negara-negara di dunia.  Oleh karena itulah, bangsa yang maju akan selalu menaruh perhatian besar terhadap dunia pendidikannya, dengan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, seperti meningkatkan anggaran pendidikan, menyelenggarakan berbagai lomba dalam berbagai aspek pendidikan, atau mengirimkan para tunas bangsa untuk menimba ilmu di negara lain. Beragam upaya ini dilakukan karena kesadaran akan pentingnya pendidikan, dan keyakinan bahwa bangsa yang mengabaikan pendidikan akan menjadi bangsa yang tertinggal, yang akan kalah bersaing dengan bangsa-bangsa lain. 
Di Indonesia, rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu dari empat masalah pokok pendidikan yang telah diidentifikasi sejak tahun 60-an.  Perhatian terhadap pendidikan memang cukup besar, namun meskipun sudah banyak usaha yang dilakukan, sampai kini masalah mutu pendidikan tampaknya belum dapat diatasi.  Keluhan tentang rendahnya mutu lulusan masih terus bergema.  Lulusan SD, SLTP, dan SLTA belum mampu bernalar dan berpikir kritis, serta masih tergantung kepada guru. Kemampuan siswa untuk mandiri belum terwujud, sehingga prakarsa siswa untuk memulai sesuatu tidak terlampau sering ditemukan.  Penguasaan siswa lebih terfokus pada pengetahuan faktual karena itulah yang dituntut dalam ujian akhir.  Ujian nasional lebih banyak menuntut kemampuan siswa untuk menghapal daripada mempersyaratkan mereka berpikir kritis atau mendemonstrasikan keterampilan.
Pangkal penyebab dari semua ini tentu sangat banyak tetapi tudingan utama banyak ditujukan kepada guru karena gurulah yang merupakan ujung tombak di lapangan yang bertemu dengan siswa secara terprogram. Oleh karena itu, guru dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap hasil yang dicapai oleh siswa.  Apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah seperti ini?  Siapa yang harus bertanggung jawab?  Pertanyaan-pertanyaan seperti itu tentu muncul pada setiap warga negara yang peduli pada masa depan bangsa, dan merupakan tantangan besar bagi Departemen Pendidikan Nasional, khususnya bagi lembaga penghasil guru.
Pembahasan
Menelisik Kembali Sejarah Guru
Sebelum melangkah lebih jauh, marilah kita melihat kembali arti guru. WJS Poerwadarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia yang disusunya mengartika bahwa guru adalah orang yang pekerjaanya mengajar.[1] Dalam Ensiklopedi bebas Wikipedia, menggambarkan guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.[2]
Dalam lintasan sejarah, guru memegang peranan-peranan penting dalam menjalankan dan mengendalikan pimpinan negara dan kerajaan pada zaman dahulu kala. Dalam sejarah mesir kuno, guru adalah seorang filosof yang menjadi penasihat raja. Kata-kata guru menjadi pedoman dalam memimpin negara. Dalam zaman kegilangan falsafah Yunani, Socrates, Plto dan Aristoteles adalah guru-guru yang mempengaruhi perjalanan sejarah Yunani. Karena itulah, para filosof arab mengatakan Aristoteles sebagai guru pertama. Sedang Al-Farabi, orang yang paling mengetahui tentang falsafah Aristoteles diberi gelar guru kedua.[3]
Dalam sejarah Islam, guru adalah ulama’. Nabi Muhammad SAW sebagai penerima wahyu mengajarkan wahyu itu kepada pengikut-pengikutnya. Mula-mula di rumahnya sendiri, kemudian rumah saudara-saudaranya barulah ke khayalak umum. Dalam seluruh kegiatan Nabi tersebut, guru selalu disertakan. Dalam perjanjian, perang juga menyebarkan ajaran Islam ke daerah-daerah yang baru.
Setelah negara Islam bertambah luas, disiapkanlah orang-orang tertentu yang mengajarkan Islam kepada anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Sudah tentu orang yang menjalankan pengajaran itu adalah orang yang paling mengerti akan Islam. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwasanya “ulama’ adalah pewaris para nabi”.
Sejarah perkembangan sekolah dalam dalam Islam menunjukkan bahwa pendidikan Islam diadakan di pondok-pondok, madrasah atau surau didirikan sebab adanya ulama’ terkenal yang dikunjungi oleh murid-murid dari berbagai pelosok. Seperti Imam Syafi’i yang pergi berguru pada Imam Malik di Madinah, walau Imam Syafi’i lahir di Palestina dan dibesarkan di Mekah. Begitu juga Imam Al-Ghazali pergi berguru kepada Imam Al-Juwaini yang bergelar Imam Al-Haramain, walau Imam Al-Ghazali berasal dari Khurasan (sekarang di Iran). Hubungan murid dan guru begitu eratnya sehingga walaupun seorang murid lebih masyhur daripada gurunya, tetapi ia selalu setia dan hormat kepadanya.
Arti guru menjadi lain ketika penjajahan barat menginjakkan kakinya di negri jajahanya. Contohnya penjajahan belanda di nusantara. Berdirilah sekolah Belanda di negri ini. Namun, sekolah itu bukan karena ada ulama’ terkenal yang dikunjungi oleh murid-murid dari seluruh pelosok, tetapi sebab penjajah itu perlu pegawai untuk menjalankan penjajahan mereka. Dengan kata lain, sekolah bertujuan menghasilkan orang yang dapat menjadi pegawai atau pekerja bila tak mau disebut alat penjajah. Bahkan, beberapa anak pintar di sekolah dilarang meneruskan ke jenjang selanjutnya sebab dikhawatirkan akan menuntut kemerdekaan.
Arti guru dan sekolah berubah kembali pada masa setelah kemerdekaan. Setelah merdeka, timbul tujuan-tujuan lain selain penciptaan tenaga kerja dan pegawai. Misalnya, perpaduan negara, pengembangan sumber daya manusia, perbaikan mutu pendidikan dan lain sebagainya. Dengan kata lain, timbullah nilai-nilai baru yang harus menjadi tujuan kurikulum pelatihan guru yang dalam masa penjajahan tidak terwujud.
Upaya Peningkatan Kualitas Guru
Peningkatan kualitas guru terus diupayakan untuk membentuk masyarakat Indonesia yang kreatif dan edukatif. Setidaknya terdapat tiga unsur untuk meningkatkan kualitas guru yaitu:[4]
1.      Kompetensi guru
2.      Sertifikasi guru
3.      dan tunjangan guru
Kompetensi Guru
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan keterampilan dan perilaku tugas yang harus dimiliki. Seteah dimiliki, tentu harus dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan di dalam kelas yang disebut sebagai pengajaran.
Kompetensi guru meliputi: kompetensi pedagogik (pendidikan), kepribdian, sosial dan profesional sebagai tuntutan dari profesi.
Kompetisi Pedagogik
Merupakan kemampuan guru dalam pengolahan pembelajaran untuk kepentingan peserta didik. Paling tidak harus meliputi pemahaman wawasan atau landasan kepemimpinan dan pemahaman terhadap peserta didik.
Selain itu, juga meliputi kemampuan dalam pengembangan kurikulum dan silabus. Termasuk perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi akhir belajar dan pengembangan peserta didik di dalamnya. Ini semua dimaksudkan demi mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki guru, sekali lagi untuk kepentingan pencapaian tujuan pembelajaran.
Kompetensi Kepribadian
Mencakup kepribadian yang baik, stabil, dewasa, arif dan bijaksana. Tentu saja berakhlak mulia, serta menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Secara objektif mampu mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi Sosial
Kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi agar mampu berkommunikasi lisan, tulisan atau secara isyarat. Mampu ula memilih, memilah dan memanfaatkan alat telekomunikasi yang sesuai secara fungsional dan bergaul ecara efektif dengan berbagai kalangan serta lapisan.
Pergaulan itu bisa dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan wali peserta didik. Ini berarti bahwa guru dalam konteks kompetensi sosial harus kompoten bergaul secara santun dengan masyarakat di sekitar tempat kerja dan di lingkungan tempat tinggalnya.
Kompetensi Profesional
Merupakan wujud nyata kemampuan penguasaan atas materi pelajaran secra luas dan mendalam. Mengerti tujuan diajarkanya materi dan acuan hasil yang akan didapat setelah proses pengajaran. Mampu mempresentasikan dan memperkaya dengan bacaan-bacaan bermutu.
Keempat standar kompetensi tersebut mencerminkan empat standar kompetensi guru yang masih bersifat umum. Jadi, perlu dijabarkan dalam perangkat kompetensi dan subkompetensi yang dikemas secara koheren dan sistematis dengan menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan bertkwa. Tentusaja selain sebagai warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab.
Selain poin-pon diatas, diperlukan juga manajemen pengembangan kompetensi guru yang dapat diartikan sebagai usaha yang dikerjakan untuk memajukan dan meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan guru demi kesempurnaan tugas pekerjaannya. Pengembangan kompetensi guru didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan: perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya arus globalisasi dan informasi, menutupi kelemahan-kelemahan yang tak tampak pada waktu seleksi, mengembangkan sikap profesional, mengembangkan kompetensi profesional, dan menumbuhkan ikatan batin antara guru dan kepala sekolah. Secara teknis, kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru adalah: bimbingan dan tugas, pendidikan dan pelatihan, kursus-kursus, studi lanjut, latihan jabatan, rotasi jabatan, konferensi, penataran, lokakarya, seminar, dan pembinaan profesional guru (supervisi pengajaran). Tentang supervisi pendidikan akan dibahas kemudian.
Sertifikasi Guru
Sebagaimana profesi lain, menjadi guru pun harus profesional. Adanya profesionalitas akan menjamin mutu pekerjaan suatu profesi. Oleh karena itu, pemerintah melalui instrumen Peraturan menteri No. 18 Tahun 2007 menetapkan program sertifikasi guru dalam jabatan. Pengertian guru dalam jabatan ialah semua guru yang saat ini mengajar di sekolah sebagai guru, baik guru negri maupun swasta.[5]
Guru-guru yang bisa mengikuti sertifikasi adalah guru-guru yang telah mengajar pada jenjang pendidikan tertentu, baik pendidikan usia dini, pendidikan dasar maupun pendidikan menengah yang berada di bawah payung Departemen Pendidikan Nasional dan departemen Agama. Peserta sertifikasi harus sudah memenuhi standar kualifikasi sekurang-kurangnya S1 atau D IV pada bidang yang ditekuninya.
Secara garis besar, pelaksanaan sertifikasi dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang dimiliki oleh guru bersangkutan denga tugas dan profesinya sebagai agen pembelajaran. Beberapa data yang dikumpulkan tersebut diantaranya berupa ijazah yang menunjukkan kualifikasi akademik; sertifikat, piagam atau surat keteranga dalam mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) serta dalam mengikuti lomba dan karya akademik.
Pada dasarnya pelaksanaan sertifikasi guru mempunyai banyak tujuan. Berikut ini beberapa tujuan sertifikasi guru:[6]
1.      menentukan kelayakan guru sebagai agen pembelajaran. Agen pembelajaran berarti guru menjadi pelaku dalam proses pembelajaran. Guru yang sudah menerima sertifikat pendidik dapat diartikan sudah layak menjadi agen pembelajaran.
2.      Meningkatkan proses dan mutu pendidikan. Mutu pendidikan dapat dilihat dari mutu siswa sebagai hasil pembelajaran. Mutu siswa ini diantaranya ditentukan dari kecerdasan, minat dan usaha siswa yang bersangkutan. Guru yang bermutu dalam arti berkualitas dan profesional menentukan mutu siswa.
3.      Meningkatkan martabat guru. Dari bekal pendidikan formal dan juga berbagai kegiatan guru yang antara lain ditunjukkan dari dokumentasi data yang dikumpulkan dalam proses sertifikasi maka guru akan mentransfer lebih banyak ilmu yang dimiliki kepada siswanya. Secara psikologis, kondisi tersebut akan meningkatkan martabat guru yang bersangkutan.
4.      Meningkatkan profesionalisme. Guru yang profesional antara lain dapat ditentukan dari pendidika, pelatihan, pengembangan diri dan berbagai aktifitas lainya yang terkait dengan profesinya. Langkah awal untuk menjadi profesional dapat ditempuh dengan mengikuti sertifikasi guru.
Selain mempunyai tujuan, pelaksanaan sertifikasi guru juga mempunyai beberapa manfaat. Manfaat utama dari sertifikasi guru adalah:[7]
1.      Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang merugikan citra profesi guru. Guru yang telah mempunyai sertifikat pendidik harus dapat menerapkan proses pembelajaran di kelas sesuai dengan teori dan praktik yang telah teruji.
2.      Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional. Sekolah yang mempunyai mutu pendidikan baik ditentukan dari mutu guru dan mutu proses pembelajaran di kelas. Dengan sertifikasi, mutu guru diharapkan akan meningkat sehingga meningkatkan mutu sekolah. Pada akhirnya, masyarakat dapat menilai kualitas sekolah berdasarkan mutu pendidikanya.
3.      Meningkatkan kesejahteraan ekonomi guru. Hasil sertifikasi diantaranya dapat digunakan sebagai cara untuk menentukan imbalan yang sesuai dengan prestasinya, yaitu berupa tunjangan profesi. Cara ini dapat menghindarkan dari praktik ketidakadilan. Misalnya guru berprestasi hanya mendapat imbalan kecil. Dengan demikian, kesejahteraan guru dapat meningkat sesuai dengan prestasi yang diraihnya. Namun, satu hal yang ditekankan adalah bahwa tunjangan profesi bukan munjadi tujuan utama sertifikasi. Tunjangan profesi merupakan konsekuensi logis yang menyertai kompetensi guru.
Sertifikasi tidak bisa diasumsikan mencerminkan kompetensi yang unggul sepanjang hayat. Pasca sertifikasi seyogyanya merupakan tonggak awal bagi guru untuk selalu meningkatkan kompetensi dengan cara belajar sepanjang hayat. Untuk memfasilitasi peningkatan kompetensi guru, diperlukan manajemen pengembangan kompetensi guru. Hal ini perlu dipikirkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan, karena peningkatan kompetensi guru merupakan indikator peningkatan profesionalisme guru itu sendiri.
Tunjangan Profesi Guru
Tunjangan profesi guru adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan lainya. Guru yang dimaksud adalah guru PNS (Pegawai Negri Sipil) dan guru tetap bukan PNS baik yang mengajar di sekolah negri maupun sekolah swasta.[8]
Tunjangan profesi guru diberikan sebesar satu kali gaji pokok guru PNS yang diangkat pada satuan pendidikan yang ditugaskan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Bagi guru bukan PNS, tunjangan profesi guru diberikan setara dengan gaji pokok PNS sesuai dengan penetapan “in-passing” jabatan fungsional guru yang bersangkutan seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 47 tahun 2007.
Supervisi Pendidikan
Dalam kaitanya dengan peningkatan mutu pendidikan dan kualitas guru, maka hal ini tak lepas juga dari program supervisi pendidikan. Supervisi pendidikan diharapkan menjadi pembimbing bagi para guru untuk meningkatkan kualitasnya. Disini, akan kami bahas secara singkat mengenai supervisi pendidikan.
Drs. N. A. Ametembun dalam bukunya Supervisi Pendidikan mengatakan supervisi pendidikan adalah pembinaan berupa bimbingan (guidance) atau tuntunan (tur wuri handayani) ke arah pembinaan diri orang-orang yang disupervisi agar sanggup menyelenggarakan perbaikan atau peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran yang dicita-citakan; termasuk pula dalam proses ini adalah pembinaan diri supervisor sendiri.[9]
Dengan kata lain, supervisi pendidikan adalah pembinaan ke arah perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya serta peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya.
Supervisi pendidikan (supervisi akademik) adalah bantuan atau pelayanan kepada guru-guru agar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan lebih baik dan berkualitas. Fungsi dasar supervisi meningkatkan atau memperbaiki situasi belajar bagi murid. Supervisi merupakan aktivitas yang terprogram, berencana, dan berlangsung kontinyu.[10]
Adapun tujuan umum supervisi pendidikan adalah memajukan sekolah secara kontinu dengan jalan membina, memimpin dan menilai pekerjaan kepala sekolah dan guru dalam usaha mereka mempertinggi mutu pendidikan yang diberikan kepada murid dengan perantaraan perbaikan situasi belajar-mengajar ke arah terjelmanya tujuan pendidikan.
Sedangkan tujuan khususnya bisa dirumuskan menjadi beberapa hal. Diantaranya adalah:
1.      Membantu guru-guru untuk lebih memahami tujuan yang sebenarnya dari pendidikan dan peranan sekolah dalam usaha mencapai tujuan.
2.      Membantu guru-guru untuk dapat lebih menyadari dan memahami kebutuhan-kebutuhan dan kesulitan-kesulitan murid serta menolong mereka untuk mengatasinya.
3.      Memperbesar kesanggupan guru-guru untuk memperlengkapi dan mempersiapkan murid-muridnya menjadi anggota masyarakat yang efektif.
4.      Membantu guru mengadakan diagnose secara kritis aktivitas-aktivitasnya, serta kesulitan-kesulitan mengajar dan belajar murid-muridnya, dan menolong mereka merencanakan perbaikan.
5.      Membantu guru-guru untuk dapat menilai aktifitas-aktifikasnya dalam rangka tujuan perkembangan anak didik.
6.      Memperbesar kesadaran guru-guru terhadap tata kerja yang demokratis dan kooperatif serta memperbesar kesediaan untuk saling tolong menolong.
7.      Memperbesar ambisi guru-guru untuk meningkatkan mutu karyanya secara maksimal dalam bidang profesi/ keahlianya.
8.      Membantu guru-guru untuk dapat lebih memanfaatkan pengalaman-pengalamanya sendiri.
9.      Membantu untuk lebih mempopulerkan sekolah kepada masyarakat agar bertambah simpati dan kesediaan masyarakat untuk menyokong sekolah.
10.  Memperkenalkan guru-guru atau karyawan baru kepada situasi sekolah dan profesinya.
11.  Melindungi guru-guru dan karyawan pendidikan terhadap tuntutan-tuntutan yang tidak wajar dan kritik-kritik tak sehat dari berbagai kalangan.
12.  Mengembangkan profesionalisme guru

Kesimpulan
Guru bukan hanya pendidik dan pengajar dalam ruang lingkup sekolah, tapi ia lebih daripada itu yaitu sebagai agen perubahan. Perubahan bukan hanya pada tingkat lokal, bahkan revolusi peradaban dunia bertolak pada pendidikan yang diberikan oleh para guru. Gagasan-gagasan mereka menjadi penerang dan tonggak menuju kehidupan yang lebih baik.
Terlepas dari itu semua, guru juga adalah manusia biasa. Mempunyai banyak kekurangan dan mungkin juga salah. Pendidikan guru terus ditempa untuk menghasilkan calon guru yang ideal. Oleh karena itu, disusunlah manajemen penigkatan kualitas guru.
Dalam pandangan umum, peningkatan guru dapat ditimbang dari tiga hal yaitu: Kompetensi guru, Sertifikasi guru dan tunjangan guru. Kompetensi guru berkaitan erat dengan amant yang diemban. Dengan kompetensi yang prima, seorang guru dapat mendidik para siswa dengan baik serta membuahkan hasil yang menyenangkan.
Setelah teruji kompetensi guru maka guru akan mendapatka sertifikasi sesuai dengan profesionalismenya. Hal ini untuk memudahkan penempatan guru-guru dalam bidang studi, sehingga dapat mendongkrak kualitas pengajaran.
Tunjangan guru juga tak kalah penting dalam meningkatkan profesionalitas guru. Sebagai guru yang profesional, sudah selayaknya mendapatkan tunjangan setingkat kemampuanya. Hal ini juga agar guru merasa nyaman dan sejahtera sehingga dapat berkonsentrasi dalam hal belajar mengajar serta meningkatkan kualitas hasil pendidikan dan mutu sekolah.
Diakhir, evaluasi adalah hal yang sangat penting bagi jalanya suatu program kerja. Begitujuga dalam kegiatan belajar mengajar, perlu di evaluasi. Evaluasi bukan hanya bersifat mengkritik, tapi juga berusaha memperbaiki dan membimbing para praktisi pendidikan dalam mencapai tujuanya.
Terakhir, dengan meningkatnya kualitas guru, maka insyaallah akan mampu mendongkrak kualitas hasil pendidikan pada khususnya dan meningkatkan martabat bangsa Indonesia pada umumnya.

Referensi
WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 2007) h.393
Ensiklopedi Bebas Wikipedia, id.wikipedia.org/wiki/Guru
Lnggulung, Prof. Dr. Hasan, Manusia dan Pendidikan, suatu analisa psikologi dan pendidikan. Jakarta: Al-Hussna Dzikra, 1995
Sembiring, M. Gorky , Mengungkap Rahasia dan Tips manur Menjadi guru sejati. Yogyakarta: Galang Press, 2008
Sujanto, Bedjo, Cara Efektik Menuju Sertifikasi Guru. Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009
Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008
Drs. N. A. Ametembun, Supervisi Pendidikan, Penuntun bagi para penilik pengawas kepala sekolah dan guru-guru. Bandung: Suri, 1981
Dharma, Surya, MPA, Ph.D, Evaluasi Program Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departement Pendidikan Nasional, 2007




[1] WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 2007) h.393
[2] Ensiklopedi Bebas Wikipedia, id.wikipedia.org/wiki/Guru
[3] Prof. Dr. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, suatu analisa psikologi dan pendidikan (Jakarta: Al-Hussna Dzikra, 1995) h.228
[4] M. Gorky sembiring, Mengungkap Rahasia dan Tips manur Menjadi guru sejati, (Yogyakarta: Galang Press, 2008) h.38
[5] Bedjo Sujanto, Cara Efektik Menuju Sertifikasi Guru (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009) h. 6
[6] Ibid. h. 9
[7] Ibid. h. 10
[8] Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Guru (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008)
[9] Drs. N. A. Ametembun, Supervisi Pendidikan, Penuntun bagi para penilik pengawas kepala sekolah dan guru-guru (Bandung: Suri, 1981) h.7
[10] Surya Dharma, MPA, Ph.D, Evaluasi Program Supervisi Pendidikan (Jakarta: Departement Pendidikan Nasional, 2007)

0 komentar:

Posting Komentar